Sumber Foto: Plann
Baru-baru ini salah satu website tentang digital marketing melansir daftar sepuluh akun influencer Instagram di Indonesia yang dinilai paling potensial untuk mendongkrak pertumbuhan bisnis melalui Instagram. Hal ini dikarenakan tingginya keterlibatan (engagement) mereka dengan pengikutnya. Yang menarik, akun-akun para influencer tersebut tidak semua memiliki pengikut dalam jumlah masif. Beberapa di antaranya dalam kategori influencer menengah (mid-tear influencer) dengan pengikut antara 100-500 ribu.
Walaupun akun-akun tersebut berbeda kategori konten maupun ceruk pengikutnya, namun ada kesamaan pendekatan yang digunakan oleh kalangan influencer ini. Selain penceritaan tentang hal yang menarik didukung grafis yang piawai, mereka ini tidak sungkan untuk bercerita tentang pengalaman-pengalaman pribadi yang bagi kebanyakan orang bukan hal yang nyaman untuk diceritakan kepada publik, seperti pengalaman tidak menyenangkan dan memalukan.
Misalnya, penceritaan tentang perjuangan mengatasi masalah kesehatan mental karena tekanan dalam mempertahankan citra publik, yang diunggah dalam akun salah satu lifestyle influencer. Ternyata kejujurannya menceritakan pengalaman pahit dalam menghadapi tekanan tersebut bersentuhan dengan banyak pengikutnya yang mengalami masalah serupa. Hal ini kemudian berdampak positif pada tingkat engagement di dalam akun Instagram-nya. Tidak hanya tentang persoalan mental, ternyata penceritaan tentang masalah jerawat yang dialami dengan menampilkan wajah tanpa make-up, serta mendiskusikan ketidaknyamanan yang dirasakan, membuat salah satu influencer kecantikan justru terhubung dengan pengikutnya yang memiliki pengalam serupa. Keterlibatan yang terjadi di dalam akun influncer ini bahkan bergerak ke level yang lebih bermakna. Narasi yang biasanya hanya menjadi konsumsi terbatas, ternyata memiliki kekuatan tersendiri dan sekarang sudah lazim muncul di berbagai media sosial. Meskipun demikian, sesungguhnya narasi seperti ini menempatkan sang influencer dalam situasi rentan untuk mendapat komentar negatif.
Pada bulan Desember 2023, European Journal of Cultural Studies mempublikasi hasil riset Brook Duffy dan rekan-rekannya di Cornell University tentang narasi kerentanan di kalangan influencer. Dalam riset tersebut tim peneliti ini melakukan wawancara mendalam dengan 23 influencer dan pembuat konten media sosial. Mereka menemukakan bahwa eksplorasi pengalaman kerentanan pribadi para influencer di berbagai platform dan ceruk konten, merupakan strategi untuk membangun komunitas dan mengumpulkan pengikut. Hal ini memperlihatkan bahwa narasi kerentanan punya nilai tersendiri, di dalamnya ada proyeksi keintiman walaupun disertai rasa tidak aman.
Meskipun menjadi faktor pendorong bagi kesuksesan para influencer, namun seperti halnya dua sisi mata uang, strategi ini berisiko. Para narasumber Duffy dan rekan-rekannya juga mengalami berbagai kerugian dikarenakan penceritaan kerentanan, seperti pelecehan dan kebencian. Lalu, apakah narasi kerentanan patut diterapkan untuk menjadi influencer yang sukses? Tentunya tergantung kesiapan para influencer di dalam menghadapi berbagai risiko yang disebabkan oleh kerentanan itu sendiri (RL).