Mahasiswa Fikom Untar baru saja turut serta dalam kegiatan Startup Ecosystem Exposure Indonesia (SEE) 2025. SEE adalah program kolaborasi antara Tarumanagara Foundation, National University of Singapore (NUS), Universitas Indonesia (UI), dan Institut Teknologi Bandung (ITB). Berlangsung pada 5-12 Januari 2025, program ini menjadi jembatan bagi mahasiswa untuk menjelajahi dunia bisnis rintisan, menggali ilmu langsung dari pendiri bisnis rintisan, dan membangun relasi lintas negara sehingga menjadi sebuah kesempatan berharga untuk memperluas wawasan dan pandangan baru mengenai dunia bisnis rintisan.
Berbagai rangkaian kegiatan dijalani oleh peserta, dan yang menjadi momen berkesan adalah sesi Masterchef. Kegiatan ini mengajak seluruh peserta untuk membuat makanan khas Indonesia yaitu ketoprak. Dalam prosesnya, peserta menjalin hubungan yang lebih erat lewat untaian tawa dan kebersamaan.
Selanjutnya, peserta juga dipertemukan dengan para pendiri bisnis rintisan sukses seperti Pinhome dan SEA Bridge pada talkshow yang memperluas horizon wawasan peserta. Selain talkshow, peserta juga melakukan kunjungan ke Metland yang mengajarkan strategi inovatif dalam membangun sebuah bisnis, memperkaya pengetahuan tentang bagaimana inovasi diterapkan di berbagai sektor industri.
“Do what you don’t like, but you still want to do. Pesan dari Founder SEA Bridge Mr. Casper-Tanakrit Sermsuksan menjadi pegangan sepanjang perjalanan saya di kegiatan ini. Kata-kata beliau mengingatkan saya bahwa meskipun sebuah tantangan mungkin terasa sulit atau di luar zona nyaman kita, namun itulah langkah yang perlu diambil untuk berkembang,” tutur mahasiswi Fikom Untar angkatan 2023 Lishia Wudjud yang merupakan salah satu peserta acara ini.
Dalam kegiatan ini, peserta juga memiliki proyek kelompok untuk merancang rencana bisnis yang akan dipresentasikan pada hari terakhir. Untuk itu, peserta juga dibekali dengan materi Business Model Innovation with Societal Impact yang menekankan pentingnya menciptakan inovasi yang membawa dampak sosial positif. Selain itu, peserta juga belajar mengenai teknik pitching dan storytelling agar dapat menyampaikan ide dengan efektif, menarik, dan kreatif.
Pada hari selanjutnya peserta diajak ke Bandung untuk mengunjungi Saung Angklung Udjo, menyaksikan pertunjukan wayang hingga bermain angklung bersama. Seusai menikmati budaya Indonesia, peserta juga dihidangkan dengan keindahan alam di Kebon Pines Cikole untuk melakukan team building.
“Communication, teamwork, dan synergy menjadi inti dari kegiatan ini. Melalui berbagai tantangan dan permainan dalam tim, kami belajar pentingnya komunikasi yang efektif, kerjasama tim, dan membangun sinergi dalam mencapai tujuan bersama. Setiap tantangan bukan hanya soal fisik, tetapi juga memperkuat ikatan di antara peserta, baik dari Indonesia maupun Singapura,” ujar Lishia.
Setelah memiliki bekal yang cukup, di hari ke-7 seluruh peserta dengan kelompoknya mempresentasikan ide bisnis mereka di depan panel ahli, termasuk venture capitalists dan industry leaders. Meski rasa gugup begitu terasa, pengalaman ini menjadi kenangan yang sangat berharga. Presentasi ini bukan hanya sekadar penilaian, namun juga kesempatan untuk belajar dan mengasah kemampuan peserta dalam menyampaikan inovasi.
SEE 2025 bukan hanya sekadar program, melainkan sebuah perjalanan yang membuka perspektif baru, melahirkan keberanian untuk bermimpi besar, dan menyalakan semangat dalam menciptakan dampak positif pada lingkungan. Melalui kolaborasi lintas negara dan budaya, peserta belajar bahwa inovasi sejati lahir dari keberanian melampaui batas, sinergi, dan dedikasi. (LW/LI)